Dewan Pendidikan Sumut Nilai Pemerintah Tak Serius Cerdaskan Bangsa
MEDAN
(Berita): Rasionalisasi yang dilaksanakan Pemprovsu dengan
menghilangkan beberapa mata anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Sumut 2013 mengakibatkan terjadi pengurangan sejumlah mata
anggaran. Mata anggaran yang dihilangkan termasuk program wajib belajar
sembilan tahun mengalami pengurangan Rp16 miliar lebih, sedangkan
program menengah kejuruan Rp8 miliar lebih.
“Seharusnya pemerintah punya perencanaan matang soal anggaran di bidang pendidikan.
Jika program wajib belajar sembilan tahun pun terkena rasionalisasi,
berarti pemerintah tidak bersungguh-sungguh dalam hal pencerdasan
kehidupan bangsa,” kata Wakil Ketua Dewan Pendidikan Sumut Prof Dr Syaiful Sagala, MPd kepada wartawan, kemarin.
Syaiful yang juga ketua Program Studi Administrasi Pendidikan (AP) Sekolah Pascasarana Unimed ini menyatakan, pemerintah semestinya dari awal sudah merancang matang anggaran untuk pendidikan dan bagaimana sasarannya.
Sebab, menurutnya, kalau anggaran untuk pendidikan pun dikurangi, maka kegiatan mencangkup pendidikan tidak akan mencapai target. “Akan banyak masyarakat kurang mampu tidak bisa lagi mendapatkan pelayanan pendidikan,” ujarnya lagi.
Syaiful
menyayangkan keterlambatan pembahasan Ranperda RPAPBD 2013. Padahal
menurut peraturan Permendagri No 37/2012 tentang pedoman penyusunan
APBD, seharusnya paling lambat bulan September 2013. Sementara tahun
2013 tersisa satu bulan lagi. “Bagaimana mungkin realisasi program
kegiatan dapat berjalan tepat waktu dan sasaran serta kualitas program,”
katanya.
Syaiful juga menilai, adanya rasionalisasi di bidang pendidikan
menunjukkan desain perancangan keuangan dan program tidak matang
dilakukan pemerintah. Mengenai program wajib belajar sembilan tahun
yang dirasionalisasi, Saiful melihat dampaknya terhadap siswa SD dan
SMP. Akibatnya, siswa yang tergolong masuk program wajib belajar
sembilan tahun itu, diprioritaskan bagi yang bermukim di daerah 3 T di
Sumut, yakni daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. “Paling tidak
peserta didik di daerah itu bisa diatasi,” ujarnya.
Namun, tak tertutup kemungkinan anak yang tinggal di perkotaan tak bisa menikmati pendidikan.
Contohnya, anak-anak marjinal yang orangtuanya hidup susah di pinggiran
kota. “Anak usia sekolah itu bisa putus sekolah, masa depannya pun
menjadi kurang baik,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Sumut Nur Ahmad Fadhil Lubis mengakui, dengan adanya rasionalisasi tersebut kinerja Dewan Pendidikan tahun 2013 dipastikan tidak dapat berjalan maksimal.
Padahal, menurutnya, intitusi ini memiliki peran strategis dalam mengawal perkembangan mutu dan kebijakan pendidikan
yang ada di wilayah ini. Dia mengungkapkan, berbagai proposal kegiatan
yang sudah disusun dan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Sumut
tidak satu pun yang disetujui. Sementara disisi lain Dewan Pendidikan harus tetap menjalankan tugas dan fungsinya dalam proses pengawasan, mediasi, maupun menjadi mitra pemerintah.
Selain itu, minimnya anggaran ini juga membuat sulit melakukan proses evaluasi dan pengawasan pendidikan.
Sebab, untuk mendapatkan hasil itu tentunya melakukan kerja kunjungan
ke daerah. Apalagi jika bertugas melakukan pendampingan terhadap program
pendidikan.
Menurutnya,
kondisi saat ini jauh lebih buruk dari tahun sebelumnya yang
mendapatkan anggaran operasional Rp350 juta. Sementara anggaran yang
diusulkan Pengurus Dewan Pendidikan Sumut untuk setahun mencapai Rp2 miliar.
0 komentar:
Posting Komentar